Mentawai Terang, Ekonomi Jadi Benderang

Wednesday 15 December 2021 : 23:19
Baca Lainnya
ANGKUT TIANG - Para pekerja mengangkut tiang listrik milik PLN. (humas)


Hendri Nova

Wartawan Kabar62.com

"Waduh mati listrik lagi, udara sedang panas-panasnya lagi," keluh Mita, salah seorang penghuni penginapan di Pulau Siberut.

Mita ke Mentawai dalam rangka menjalankan tugas kantor bersama rekan-rekannya dari Padang. Selama seminggu mereka akan berada di pulau terluar Indonesia tersebut, untuk melakukan bakti Keluarga Berencana (KB), tugas dari BKKBN Pusat.

"Maaf ya buk, kami sedang berusaha cari Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk menghidupkan genset. Keadaan seperti sudah biasa bagi kami di Mentawai ini buk, maklum listrik kami sangat bergantung pada pasokan BBM dari Padang," kata Meri, pemilik penginapan. 

Setelah basa-basi dan meminta maaf sekali lagi, ia pun berlalu ke kamar lainnya untuk menyampaikan permintaan maaf. Sampai semua kamar selesai didatangi, barulah ia kembali ke lantai dasar bangunan kayu bertingkat dua tersebut.

Rata-rata penginapan di Siberut Mentawai yang bertingkat dua, terbuat dari kayu, hampir tidak ada yang berbahan beton. Sejak lancarnya transportasi ke Mentawai dengan adanya kapal cepat, geliat ekonomi pun terasa di semua pulau di Kepulauan Mentawai, baik di Sipora, Sikakap, Siberut, maupun pulau tujuan wisata lainnya.

Sayangnya, penginapan yang seharusnya memberikan rasa nyaman, kadang ternodai oleh matinya listrik. Kipas angin yang rata-rata ada di setiap kamar, dipastikan tidak akan menyala, kecuali gensetnya hidup pasca matinya listrik.

Setelah menunggu 15 menit, listrik kembali menyala yang tentunya disertai raungan mesin genset. Semua penghuni kamar mengucap syukur, karena bisa beraktivitas lagi dengan leluasa.

Sebagian besar langsung menyalakan laptop, mengisi power bank, mengisi baterai smartphone, dan tentu ada juga yang berbaring ditemani kesejukan dari kipas angin. Kenyaman kembali didapat penghuni penginapan.

"Kami maunya sih, listrik di Mentawai ini menyala 24 jam, walau bagaimanapun caranya. Jika dengan BBM jenis solar keadaannya seperti ini, kami berharap satu saat nanti ditemukan listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT), sehingga kami bisa meningkatkan produktivitas," kata Ujang, salah seorang pemilik usaha perdagangan sehari-hari.

Saat ini ia mengaku hanya bisa efektif berusaha di siang hari, karena kalau malam takut tagihan jadi membengkak. Sayangnya di siang hari, listrik malah sering mati, karena mengejar rasa nyaman terang di malam hari.

Lain lagi cerita Rusli, pemilik usaha ikan asin kering. Ia berharap bisa memiliki mesin pengering ikan, agar usahanya makin lancar. Saat ini, ia hanya mengandalkan sinar matahari, karenanya jadi kurang efektif.

Apalagi saat musim hujan, ikan yang ia punya akan lama keringnya dan itu berarti lambat pula modal kembali. Padahal ia sangat mengandalkan usahanya ini, untuk menafkahi anggota keluarganya.

"Rata-rata orang Padang yang datang ke Mentawai, pulangnya membawa ikan asin. Jadi sudah jadi buah tangan wajib bagi mereka, begitu kembali ke Padang," katanya.

Peluang inilah yang dimanfaatkan Rusli dan dijadikannya usaha keluarga. Kadang kalau ikan sedang banyak, ia minta bantuan pada keluarga dekat, untuk membantu pengolahan ikan yang mau dikeringkan, maupun ikan yang harus dikemas.

"Kadang kalau yang datang rombongan, pesanannya juga rombongan. Sudah pasti repot dong kerja sendiri. Meski dibantu istri, tetap saya keteteran," katanya.

Ia mengaku jadi uring-uringan, saat pesanan rombongan dari Padang datang, ikannya masih belum kering sepenuhnya karena sedang musim hujan. Maka dari itu, ia berharap punya pengering listrik, tentunya dengan pasokan listrik yang terjamin dari PLN.

Masih PLTD

Apa yang dialami pelaku usaha di Kepulauan Mentawai, memang sudah menjadi risiko yang harus dimaklumi. Maklum sebanyak 14 pembangkit listrik yang dimiliki PLN, 11 diantaranya adalah PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Isolated, tersebar di Pulau Sipora, Sikakap dan Siberut.

Sisanya tiga pembangkit lagi berupa Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), langsung dikelola Pemkab Kepulauan Mentawai. PLTBm bisa dijumpai di Desa Saliguma, Madobag dan Matotonan. Ke-14 pembangkit ini, mempunyai daya pembangkit mencapai 4.825 KW. 

General Manager PLN Unit Induk Wilayah Sumbar, Bambang Dwiyanto dalam penjelasan tertulisnya seperti dikutip dari antaranews.com menjamin bahwa PLN tidak akan pernah berhenti melayani masyarakat dalam penyediaan listrik yang handal. Ini menjadi salah satu peran serta PLN dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, melalui penggunaan listrik untuk kegiatan produktif.

Di Mentawai, sejak 2018 PLN Sumbar melaksanakan "Jelajah Mentawai Terang" dengan tujuan untuk mengetahui kondisi infrastruktur dan rencana pembangunan kelistrikan yang dilakukan serta melihat potensi-potensi energi yang dapat dikembangkan di desa-desa di wilayah itu.

Data PT PLN Sumbar pada 2017 atau sebelum program "Jelajah Mentawai Terang" dilaksanakan, menyebutkan bahwa Rasio Elektrifikasi (RE) PLN di Mentawai menunjukkan dari 22.268 Rumah Tangga (RT) di daerah itu yang jadi pelanggan PLN sebanyak 6.943 RT atau 31,18 persen. Lalu, rasio desa berlistrik PLN terlihat dari 43 desa yang ada, baru 27 desa berlistrik atau 62,79 persen.

Setelah melaksanakan program "Jelajah Mentawai Terang" sejak 2018 hingga 2020, hasilnya pun sudah terlihat dan sudah disampaikan ke masyarakat melalui media massa.

Kondisi pelayanan listrik di Mentawai sampai November 2020, Rasio Elektrifikasi (RE) PLN di daerah itu menunjukkan dari 24.567 Rumah Tangga di Mentawai yang telah jadi pelanggan rumah tangga sebanyak 13.300 rumah tangga atau 54,17 persen. Lalu rasio desa berlistrik PLN menunjukkan dari 43 desa, kini sudah 36 desa yang terlistriki atau 83,72 persen.

PLN masih terus bersemangat untuk menerangi desa lainnya, dengan target tujuh desa. Tujuh desa itu adalah Betumonga (Pulau Sipora), Sagulubbek (Pulau Siberut), Sirilogui (Pulau Siberut), Sotboyak (Pulau Siberut), Bojakan (Pulau Siberut), Simatalu (Pulau Siberut) dan Desa Sigapokna (Pulau Siberut).

Sementara Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Kepulauan Mentawai, Desti Seminora, mengakui bahwa "Jelajah Mentawai Terang" telah berdampak baik bagi semua penduduk. Kini beragam usaha menjadi hidup dan masyarakat jadi makin produktif.

Ia berharap di masa datang, listrik bisa dinikmati oleh semua penduduk. Dengan demikian, masyarakat Mentawai bisa makin produktif dan inovatif, sehingga bisa memperbaiki perekonomian mereka.

Saat ini banyak usaha baru yang buka di Mentawai, sebut saja air galon isi ulang, usaha es balok, dan masih banyak lagi. Besar harapannya, makin banyak masyarakat yang berhasil memanfaatkan listrik untuk perekonomian.

Transfer Usaha UKM

Salah satu produk yang bisa dimaksimalkan Pemkab Mentawai adalah usaha kuliner oleh-oleh. Pemkab Mentawai harus bisa mendatangkan pelaku kuliner dari Payakumbuh, untuk pengolahan talas Mentawai menjadi keripik talas.

Talas Mentawai selama ini banyak dijual dalam bentuk mentah dan dijadikan oleh-oleh para pendatang. Mereka membawa ke Padang untuk dibuat cemilan yang sesuai selera mereka.

Padahal di Payakumbuh, permintaan talas meningkat seiring makin digemarinya keripik talas Payakumbuh oleh masyarakat. Penulis yakin, jika talas Mentawai berhasil diolah jadi keripik, maka akan menjadi nilai tambah bagi para petani.

Jadinya, pendatang tidak hanya membawa ikan asin, tapi juga membawa keripik talas khas Mentawai. Tentunya dengan sedikit inovasi, keripik talas Mentawai bisa dibedakan dengan keripik talas Payakumbuh.

Jika ini sukses, tentu akan membuat Mentawai terkenal pula makanan khasnya. Tentunya hal serupa juga bisa dilakukan pada jenis hasil pertanian dan kelautan lainnya. 

Dengan ditemukannya satu saat nanti pembangkit listrik dari EBT yang pasokan energinya berkelanjutan, tentu akan makin meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat Mentawai tak merasa jadi warga terluar lagi dari Indonesia, tapi warga pertama yang akan menyambut wisatawan dari tengah samudera.  (*)


Share :

Saat ini 0 komentar :