Baca Lainnya
Kabar62.com - Keberadaan perpustakaan di tengah-tengah masyarakat, sangat penting artinya untuk menambah pengetahuan. Di perpustakaan, warga bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya, mulai dari yang diminati sampai yang terkait masalah umum.
Perpustakaan merupakan gudang ilmu, yang teruntuk bagi seluruh masyarakat, tanpa membedakan berdasarkan kriteria apapun juga. Oleh karena pentingnya perpustakaan, maka koleksi buku yang ada di dalamnya, hendaknya dapat mengakomodir semua pihak.
Sayangnya, banyak perpustakaan yang tidak cukup koleksinya, terutama buku-buku baru dalam negeri dan luar negeri. Banyak warga yang akhirnya kecewa, ketika tidak mendapati buku yang dibutuhkannya di perpustakaan.
Keadaan ini wajar adanya, karena sebagian besar perpustakaan mengandalkan alokasi dana dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), untuk membeli buku baru. Alhasil, buku baru hanya bisa bertambah satu kali dalam setahun.
Coba bandingkan dengan toko buku. Hampir tiap hari ada buku baru yang bisa dinikmati. Untuk buku yang berharga murah, bisalah dibeli dalam waktu cepat. Tapi kalau bukunya mahal, tentu harapan agar tersedia di perpustakaan menjadi semakin besar.
Sekilas Tentang Perpustakaan
Pengertian perpustakaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 912), yaitu tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku, dan atau koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dibicarakan.
Pengertian yang lain tentang perpustakaan juga dipaparkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan. Pengertian perpustakaan dalam undang-undang tersebut disebutkan dalam pasal 1 ayat 1, yaitu institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, rekreasi para pemustaka.
Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan yang dihimpun, diolah, dan dilayankan (ayat 2).
Berdasarkan pengertian perpustakaan yang telah dipaparkan di atas, perpustakaan adalah tempat atau koleksi buku yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan bagi manusia.
Ada beberapa jenis perpustakaan, sebagaimana dipaparkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 pasal 1 tentang perpustakaan. Pertama, perpustakaan nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perputakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara (ayat 5).
Kedua, perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas, sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi (ayat 6).
Ketiga, perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain (ayat 7).
Fungsi perpustakaan dipaparkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 pasal 3 tentang perpustakaan yaitu sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Banyak manfaat yang akan didapat, jika seseorang bisa meluangkan waktu di perpustakaan untuk membaca dan meminjam buku-buku. Mereka bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang hal-hal umum atau disiplin ilmu tertentu, sehingga membentuk pandangan atau wawasan yang luas dalam pikiran seseorang.
Di perpustakaan, seseorang akan mendapatkan kesegaran (dapat berekreasi) melalui buku-buku tertentu dan menyehatkan. Selain itu, juga akan mendapatkan ide atau gagasan yang dapat diwujudkan dalam suatu karya (membuat manusia menjadi produktif), dan membentuk manusia untuk menjadi pribadi yang bijaksana.
Apabila seseorang sudah merasakan manfaat perpustakaan, maka bukan dengan paksaan lagi ia masuk ke perpustakaan, melainkan dengan hati yang tersenyum (niat tulus) karena ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang ia dapatkan dari waktu yang diluangkannya itu.
Hal-hal praktis untuk merasakan manfaat perpustakaan dengan maksimal, bisa dilakukan dengan cara menjadi anggota perpustakaan di lingkungan Anda (sekolah, universitas, kabupaten, dan lain-lain). Saat mencari buku, lihatlah buku-buku dengan teliti dan buat tujuan-tujuan yang akan dicapai, setiap akan meminjam buku sehingga tidak bingung (karena jumlah peminjaman terbatas).
Luangkan waktu secara teratur untuk meminjam, membaca, bahkan mencatat hal-hal inti bacaan. Lalu tuangkan setiap ide atau gagasan yang Anda peroleh dalam suatu karya (artikel, puisi, cerpen, atau karya sastra lainnya). Kemudian jadikan perpustakaan sebagai salah satu tempat favorit dalam kehidupan Anda.
Jika ingin lebih bermanfaat, investasikan uang dimiliki untuk membeli buku-buku yang bermanfaat. Inventariskan buku-buku tersebut, sehingga nantinya bisa memiliki perpustakaan yang diwariskan untuk anak cucu Anda kelak. (http://perpustakaan.teratama.com)
Banyak hal yang bisa dilakukan, agar koleksi perpustakaan makin banyak. Masyarakat sekitar harus diberdayakan, sehingga mereka merasa memiliki perpustakaan.
Jika rasa memiliki telah ada, maka mereka tidak akan segan membelanjakan hartanya untuk membeli buku. Saat pengelola perpustakaan meminta mereka menyumbang untuk membeli buku, ia tidak akan keberatan menjadi bagian dari donatur.
Peningkatan jumlah warga yang datang ke perpustakaan, sangat terkait dengna minat baca. Sayangnya, dari laporan beberapa lembaga, terungkap kalau minat baca masyarakat Indonesia masih rendah.
Laporan Human Development Report tahun 2008/2009 yang dikeluarkan UNDP, menyatakan minat membaca masyarakat di Indonesia berada pada peringkat 96 dari negara di seluruh dunia. Kondisi ini sejajar dengan Bharain, Malta dan Suriname.
Di Asia Tenggara, hanya ada dua Negara di bawah Indonesia, yaitu Kamboja dan Laos. Kondisi ini diperparah dengan minimnya buku yang terbit.
Berdasarkan data yang ada buku yang diterbitkan hanya sekitar 10 ribu judul. Jumlah ini sama juga dengan Malaysia yang mempunyai jumlah penduduk hanya sekitar 26 juta atau hanya sekitar 15 persen dari penduduk Indonesia.
Kondisi ini menurut Eky Handayani, dari Centre for Social Marketing, disebabkan oleh anak-anak atau masyarakat yang lebih tertarik menonton TV atau mendengarkan radio dan bermain games daripada membaca koran, apalagi buku.
Eky mengatakan, perlu dorongan untuk untuk menumbuhkan minat baca masyarakat, dengan gerakan minat baca berkelanjutan. Sistem ini bersifat strategis, menyeluruh, terukur yang memperoleh dukungan masyarakat, pemerintah, LSM ataupun perusahaan.
Perkembangan teknologi multimedia di Indonesia, katanya, memberikan pengaruh minat membaca buku. Media TV, Radio, Internet dan Telepon Selular untuk mengakses informasi dan hiburan, secara perlahan menyingkirkan buku.
Padahal buku berperan sebagai jendela informasi dunia yang mampu menstimulasi imajinasi serta melatih konsentrasi pembacanya. Selain itu, kurangnya persediaan buku – buku yang berkualitas baik serta harga buku yang mahal di Indonesia juga memberikan pengaruh buruk terhadap minat membaca masyarakat.
Eky memandang yang diperlukan sikap konsisten dari penulis maupun penerbit untuk mampu secara konsisten menghasilkan bahan bacaan yang mempunyai desain maupun tulisan yang enak dibaca. Selain itu, sesuai dengan kondisi anak, tersedianya sarana bacaan anak yang layak dan berkelanjutan sehingga anak mempunyai kebiasaan membaca (http://www.tribunnews.com).
Penelitian dari lembaga lainnya, hampir sama saja. Mereka juga mendapati minat baca anak Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Berdasarkan studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian.
Posisi Indonesia menurut Ketua Center for Social Marketing (CSM), Yanti Sugarda, lebih baik dari Qatar, Kuwait, Maroko, dan Afrika Selatan.
Sementara itu, berdasarkan penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009.
Data-data tersebut dalam pengamatan Yanti, tampaknya akan terus memburuk mengingat minimnya infrastruktur dan perhatian yang ada saat ini. Jumlah bacaan masih terbatas, begitu juga dengan guru pendamping.
Berdasarkan data CSM, yang lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku.
Oleh karena itu, sebagai regulator, Yanti mengatakan pemerintah berkewajiban dalam mengevaluasi kondisi yang ada. Kalau ingin mengembangkan minat baca anak, lanjut dia, isi bacaan, motivasi, fasilitas, dan kebiasaan membaca harus diperhatikan karena menyangkut pembaca itu sendiri.
Ada solusi untuk meningkatkan minat baca, kata Yanti, yakni dengan mengeksplorasi local content, yang mengandung keragaman budaya, bahasa, musik, alat permainan, hingga dongeng. Menurutnya, banyak kearifan lokal yang bisa digali dari local content yang sudah hampir hilang.
Sementara itu, Ketua KPAI, Setia Dharma Madjid, mengungkapkan, pemerintah perlu dibantu dengan melakukan gerakan terpadu menuju terwujudnya masyarakat yang gemar membaca. Sudah saatnya mengembalikan karakter bangsa yang positif, melalui buku-buku bacaan yang kita hadirkan kepada anak-anak penerus bangsa.
Kebiasaan membaca yang kurang baik pada bangsa Indonesia, bisa dilihat dari jumlah buku baru yang terbit di negeri ini, yaitu hanya sekitar 8.000 judul/tahun. Bandingkan dengan Malaysia yang menerbitkan 15.000 judul/tahun, dan Vietnam 45.000 judul/tahun. Sedangkan Inggris menerbitkan 100.000 judul/tahun. Jumlah judul buku baru yang ditulis dan diterbitkan ini, menunjukkan betapa budaya baca masyarakat kita masih tergolong rendah.
Sementara menurut pengamat pendidikan, Ahmad Baedowi, sekolah, melalui program perpustakaan sekolah, harus mampu mengembangkan strategi atau pendekatan yang baru agar anak menjadi lebih tertarik ke perpustakaan dan membaca buku yang mereka inginkan. Sekolah dapat menerapkan program fun with book, weekly reading hours, atau ekspose buku baru secara berkala dan berjenjang, yang disesuaikan dengan tema dan subjek yang dipelajari siswa.
Selain itu, jenis-jenis penghargaan atau apresiasi bagi siswa yang membaca buku paling banyak dalam satu minggu perlu dilakukan. Pemilihannya dapat dilakukan dengan cara melihat catatan peminjam buku di perpustakaan sekolah dalam satu minggu, kemudian mengujinya dengan cara menanyakan secara langsung atau memberi mereka kepercayaan, untuk menceritakan apa yang telah dibacanya di depan kelas.
Program lain juga dapat dilakukan melalui pendekatan perpustakaan lebar dan terbuka. Caranya, di setiap kelas, ruangan atau sudut tertentu dari sekolah bisa diletakkan rak-rak buku/majalah sehingga ketika ada waktu luang atau istirahat, anak-anak dapat dengan mudah memperoleh akses untuk selalu membaca.
Cara itu bahkan bisa dengan mudah dapat diadaptasi sekolah yang tidak memiliki ruangan khusus untuk perpustakaan. Bahkan di beberapa sekolah yang lokasi dan bangunannya sangat sederhana, kebutuhan rak-rak untuk perpustakaan bisa dibuat dengan bahan-bahan yang sangat sederhana, tapi kontekstual dan bersih.
Batu kali atau batu bata yang telah dibersihkan bisa ditumpuk secara berjenjang. Kemudian di antara setiap tumpukan bisa dimasukkan papan atau bambu, sehingga bentuknya menjadi sangat artistik dan kokoh. (http://indonesiabuku.com)
Lain lagi pendapat Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca Perpustakaan Nasional RI, Teuku Syamsul Bahri. Ia mengatakan, minat baca masyarakat Indonesia di perpustakaan tergolong tinggi. Ia sangat tidak setuju, jika dikatakan minat baca masyarakat Indonesia masih rendah.
Dia mengatakan, sejauh ini tingkat kunjungan masyarakat keperpustakaan cukup tinggi. Kebanyakan datang untuk membaca dan mencari literatur yang tersedia diperpustakaan.
Permasalahannya menurut Syamsul bukan karena minat baca yang rendah. Semua disebabkan oleh fasilitas dan sarana prasarana yang disediakan masih belum lengkap, dan sesuai harapan sehingga masyarakat kurang semangat datang keperpustakaan.
Dia menepis anggapan peran perpustakaan akan digeser teknologi informasi khususnya internet yang bisa diakses setiap saat, karena keberadaan perpustakaan lebih nyata daripada internet.
Membaca di perpustakaan menurutnya dapat membuat pengunjung bisa langsung berinteraksi dengan buku-buku yang bersifat fisik. Bisadipastikan mereka lebih nyaman dibanding internet yang terbatas ruang lingkupnya disamping sifatnya yang tidak nyata seperti buku dan bahan bacaan lain,” katanya. (http://www.antaranews.com)
Terlepas dari semua itu, yang perlu dipikirkan ke depan bagaimana membuat perpustakaan makin diminati. Tidak ada jalan lain, kecuali dengan menyediakan buku-buku yang dibutuhkan pengunjung, mulai dari balita sampai manula yang masih suka membaca.
Pengelola perpustakaan harus rajin mencari dana tambahan, agar buku baru bisa terus dihadirkan. Salah satu cara, dengan menghimbau warga untuk menyumbang minimal satu koin setiap hari untuk membeli buku.
Terserah mereka mau memberi koin nominal Rp25 ataupun Rp1.000. Apapun koin yang diberi, harus diterima dengan senang hati oleh pengelola perpustakaan.
Walau bentuknya kecil, koin ternyata memiliki kekuatan besar. Hal itu telah dibuktikan dengan koin untuk Prita yang terkumpul sampai menembus angka Rp825.728.550 (http://news.okezone.com).
Meski jumlahnya nanti tidak sebesar ini, setidaknya akan dapat membantu untuk menambah koleksi buku di suatu perpustakaan. Ambil saja sampel di perpustakaan sekolah misalnya.
Jika murid-murid tiap hari dikumpulkan sumbangan koinnya, maka sebulan tentunya akan jadi besar jumlahnya. Apalagi kalau ada pula keterlibatan orangtua wali murid, koin ilmu yang terkumpul nantinya tentu menjadi lebih banyak.
Semakin banyak koleksi yang dimiliki perpustakaan, akan menarik minat yang lebih besar dari kalangan pembaca. Apalagi jika ada himbauan kunjungan pustaka keluarga, pada setiap keluarga yang ada di suatu daerah.
Caranya tentu dengan mengundang keluarga yang bersangkutan, untuk membawa anggota keluarganya berkunjung ke perpustakaan. Suatu keluarga tentu akan merasa terhormat, karena diundang resmi oleh pihak perpustakaan.
Apapun buku baru yang ada di perpustakaan, hendaknya dikirimkan informasinya via email, selebaran atau lainnya, pada keluarga-keluarga yang bersangkutan. Pada akhirnya, mereka akan tambah berminat untuk membaca buku-buku baru.
Jangan pula segan-segan mengadakan lomba seputar membaca buku di perpustakaan. Sebut saja lomba membaca bermakna, lomba meringkas buku dan lainnya.
Makin banyak acara lomba yang digelar perpustakaan, juga akan menjadi daya tarik hebat bagi anak-anak, remaja dan kalangan dewasa. Mereka akan berkunjung lebih sering ke pustaka, karena merasa nyaman dan beruntung datang ke perpustakaan. Nah… sudah siap untuk mengumpulkan koin? Kalau sudah siap, mari kita galakkan koin ilmu untuk membangun perpustakaan menjadi lebih baik lagi.
Saat ini 0 komentar :